Beranda | Artikel
Serial Fiqih Pendidikan Anak - No: 164 MENYUSUI ANAK
Selasa, 11 Oktober 2022

Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 164
MENYUSUI ANAK

Saat menciptakan manusia di alam semesta ini, Allah ta’ala bukan sekedar menyiapkan hamparan muka bumi yang nyaman untuk tempat tinggal. Namun juga menyediakan seluruh kebutuhan bahan pangan mereka. Bahkan sejak manusia masih berada di dalam perut ibunya pun, Allah sudah memperhatikan asupan makanan untuknya.

Proses janin makan dimulai dari saat Ibu mengonsumsi makanan. Sistem pencernaan di dalam tubuhnya akan mengelompokkan makanan-makanan tersebut dan membagi-baginya menjadi partikel-partikel kecil dan kemudian diserap oleh tubuh. Nutrisi yang dibutuhkan janin akan mengalir melalui plasenta / tali pusar / ari-ari ke tubuh janin. Maka dari itu ibu tidak boleh melalaikan gizi yang diperlukan. Begitupula ayah harus memberikan nafkah yang cukup untuk istrinya yang sedang mengandung.

Ketika bayi terlahir, secara otomatis makanan pokok yang didapat bayi melalui plasentanya terputus. Sehingga kedua orang tua wajib memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya. Sang ibu menyusui bayinya dari ASI yang diciptakan Allah pada payudaranya, sehingga bayi mudah mencernanya. Sedangkan sang ayah berkewajiban memberi nafkah kepada si ibu dan mencukupi segenap keperluannya.

Menyusu adalah hak setiap bayi yang harus ditunaikan oleh ibunya. Allah ta’ala berfirman,

“وَالْوَالِدَاتُ ‌يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ”

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh. Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. QS. Al-Baqarah (2): 233.

Adapun suami, maka berkewajiban menafkahi istrinya secara proporsional. Sebagaimana diperintahkan Allah ta’ala dalam firman-Nya,

“لِيُنْفِقْ ‌ذُو ‌سَعَةٍ ‌مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا”

Artinya: “Hendaklah suami yang kaya memberikan nafkah sesuai kekayaannya. Sedangkan suami yang miskin hendaklah memberikan nafkah sesuai rizki yang diberikan Allah padanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuan yang diberikan kepadanya. Allah akan mendatangkan kemudahan setelah kesulitan”. QS. Ath-Thalaq (65): 7.

Sesungguhnya ASI bagi bayi tidak tergantikan oleh apapun juga. Di samping memberikan makanan yang paling lengkap, dengan menyusui berarti juga memberikan bayi zat-zat kekebalan berupa immunoglobulin. Sehingga bayi yang diberi ASI akan lebih protektif terhadap infeksi.

Kegiatan menyusui sendiri merupakan suatu proses perjalinan hubungan emosional kontak batin yang sangat dalam antara ibu dan bayinya. Dan bagi si ibu sendiri, menyusui bermanfaat untuk membakar kalori dan mengurangi berat badan yang meningkat selama masa hamil. Serta mengurangi resiko dari menderita kanker payudara. Sayangnya, kalangan feminis radikal malah menolak peran ibu sebagai ibu yang menyusui dan menggantikannya dengan susu formula dari sapi.

Padahal burung dan hewan lainnya yang tak berakal yang berstatus sebagai ibu saja tidak tega menelantarkan anak-anaknya yang masih kecil. Bagaimana mungkin manusia yang dikaruniai oleh Allah akal rela mengabaikan kebutuhan primer anaknya?

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 6 Dzulqa’dah 1443 / 6 Juni 2022

Diringkas oleh Abdullah Zaen dari berbagai sumber. Antara lain: Islamic Parenting, karya Jamal Abdurrahman (hal. 64-67) dan Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Tidak Pernah Sakit?, karya dr. Ade Hashman, Sp.An (hal. 123).


Artikel asli: https://tunasilmu.com/serial-fiqih-pendidikan-anak-no-164-menyusui-anak/